HUKUM-HUKUM (KETENTUAN DAN PERATURAN)
PERSEMBAHAN
Oleh: Jerry H M Sumanti, STh
Marilah kita perhatikan sesuai dengan dispensasi-dispensasi mengenai korban-korban persembahan yang telah disebutkan dalam tulisan tersebut di atas.
1. Kulit Binatang dalam Kejadian Pasal 1
hanya sekali saja dalam dispensasi Kesucian dan tidak diulang lagi dalam
dispensasi yang lain. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa Allah
sendirilah secara langsung yang melakukan hal ini bagi Adam dan Hawa untuk
menutupi ketelanjangan mereka. Pengorbanan binatang ini melukiskan tentang pertolongan Tuhan dalam
ketidak-berdayaan manusia mencari keselamatan/perlindungan. Pengorbanan
binatang ini adalah symbol pengorbanan Tuhan Yesus sekali untuk selamanya bagi
keselamatan manusia. Sudah digenapi di kayu salib.
2. Persembahan Kain dan Habel hanya
dalam dispensasi Keinsyafan. Walaupun banyak penafsir Alkitab merujuk pada
jenis persembahan yang diberikan sebagai yang berkenan kepada Tuhan, namun
secara konteks penekanan pada persembahan ini bukan pada jenisnya, melainkan
pada motivasi dan keadaan hati orang yang memberi, Kain digambarkan memiliki
hati yang jahat, sedangkan Habel dengan hati yang beriman (Kehidupan Habel
benar di hadapan Tuhan karena imannya).
3. Korban-korban persembahan binatang.
Korban persembahan ini pertama kali disebut dilakukan oleh Habel (dispensasi
Keinsyafan); kemudian oleh Nuh setelah air bah (dispensasi Pemerintahan
Manusiawi)(Firman Tuhan disampaikan kepada Musa dan menuliskannya sudah pada
zaman Dispensasi Hukum Torat sehingga dipengaruhi dengan sebutan halal dan
haram; selanjutnya pada zaman Abraham (dispensasi Perjanjian) dan kemudian
diteguhkan dalam dispensasi Torat (perhatikan kembali mengenai korban-korban
ini sebagai mana telah disebut dalam tulisan-tulisan yang lalu). Semua
korban-korban persembahan ini merupakan bayangan mengenai satu korban sekali
untuk selamanya yang telah digenapi di dalam Kristus Yesus. Ia adalah kegenapan
semua tuntutan dan syarat peraturan dalam Hukum Torat.
4.
Persembahan
persepuluhan. Telah disebutkan dalam tulisan lalu bahwa pertama kali disebutkan
pada zaman Abraham ketika memberikan persepuluhan kepada Imam Melkisedek
(dispensasi Perjanjian), kemudian persembahan ini diteguhkan dalam Torat
(dispensasi Hukum Torat) sebagai kewajiban kesebelas suku bangsa Israel untuk
diberikan kepada suku Lewi. Suku Lewi tidak mendapatkan pembagian warisan tanah
untuk dikelolah karena mereka dipilih Tuhan khusus untuk menjadi
pelayan-pelayan di Kemah Pertemuan/Kemah Suci/Bait Allah (menjadi Imam-imam).
Karena 11 suku yang lain harus menunjang kehidupan mereka melalui persembahan
persepuluhan. Masing-masing memberi persepuluhan, maka terjadilah keseimbangan
dalam kehidupan bangsa Israel secara jasmani dan rohani. Sebelas Suku menunjang
kehidupan financial satu Suku, sedangkan satu Suku melayani kehidupan
kerohanian sebelas Suku. Selanjutnya pada zaman Para Rasul bukan hanya
persepuluhan diberikan tetapi lebih dari itu, orang percaya menjual semua harta
benda mereka kemudian diberikan kepada para Rasul yang selanjutnya dibagi rata
untuk semua orang percaya pada waktu itu dan orang-orang percaya semakin ditambah-tambahkan.
Tidak ada yang kelebihan dan tidak ada yang kekurangan. Tetapi perkembangan
selanjutnya sebagaimana pada bangsa Israel sebelumnya kehidupan manusia menjadi
egoisme dan mementingkan diri sendiri, sehingga Allah membenci semua bentuk dan
jenis persembahan yang mereka berikan, demikian pula dalam perkembangan gereja
sehingga dalam Kisah Para Rasul Lukas menulis bahwa lebih baik memberi dari
pada menerima (Kisah 20:35), Dalam 2 Korintus 9 Paulus menegaskan tentang
prinsip memberi, 1) memberi menurut kerelaan, 2) tidak dengan sedih
hati, 3) bukan karena paksaan, 4) bukan karena hanya untuk memenuhi peraturan
yang berlaku, 5) memberikan harus dengan sukacita.
Berdasarkan prinsip
memberi Paulus meneguhkan dan menekankan
tentang motivasi memberi harus benar-benar memberi karena mengasihi Tuhan bukan
karena mengharapkan supaya mendapatkan lebih banyak dari apa yang diberikan.
Dan Rasul Paulus mengajarkan yang kuat wajib menanggung yang lemah, yang
berkelebihan harus membantu yang berkekurangan, supaya prinsip keseimbangan
tetap terus terpelihara. Itu tujuan dari memberi termasuk dengan memberi
persepuluhan. Jadi tidaklah salah orang percaya memberi persepuluhan dari hasil
jerih lelahnya, bahkan memberi persembahan (dalam bentuk apa saja) merupakan kewajiban
yang harus dipenuhi setiap orang percaya yang benar-benar mau melayani dan
mengasihi Tuhan dan sesama. (Bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar