Kamis, 28 Februari 2019

HUKUM-HUKUM (KETENTUAN DAN PERATURAN) MENGENAI MORAL





HUKUM-HUKUM (KETENTUAN DAN PERATURAN)
MENGENAI MORAL

Oleh, Jerry H M Sumanti, STh

Moral adalah salah satu hal yang diatur dalam hukum Taurat. Moral adalah berbicara mengenai praktik kehidupan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia KBBI, moral didevinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; atau berhubungan akhlak, budi pekerti dan susila.


Peraturan menyangkut moral yang jelas diatur dengan ketentuan-ketentuan hukum dalam hukum Taurat adalah mengenai kekudusan kehidupan sebagai umat Tuhan (Imamat 18 – 21), yakni mengenai kekudusan perkawinan, kekudusan kehidupan moral secara menyeluruh, kekudusan para imam secara khususnya (Imamat 21). 


Perkawinan adalah lembaga kehidupan manusia yang pertama kali diatur di dalam Alkitab. Allah mencipatakan sepasang manusia menjadi suami istri, menempatkan mereka di taman Eden untuk menjadi partner Allah dalam mengelolah alam ciptaan-Nya. Kepada mereka diperintahkan untuk beranak cucu, bertambah banyak dan memenuhi bumi. Perempuan diciptakan dari rusuk laki-laki untuk menjadi penolong yang sepadan, dan keduanya menjadi satu daging (Kejadian 1:27-29; 2:18-25).  

Perkawinan adalah lembaga yang suci bagi kehidupan sepasang manusia. Tetapi kesucian ini dirusak oleh dosa ketika manusia pertama jatuh di dalam dosa. Tuhan Allah hanya menciptakan sepasang manusia, lelaki dan perempuan menjadi suami istri (monogami), tetapi karena dosa sehingga manusia melanggar ketentuan ini. Orang pertama yang disebut dalam Alkitab yang mempunyai dua istri (berpoligami) adalah Lamekh (Kejadian 4:19). Kemudian Kejadian pasal 6 menceritakan mengenai kebebasan seksual, sehingga Allah murka dan membinasakan manusia dengan air bah (Kejadian pasal 7).

Kehidupan perkawinan/seksual terus digerogoti oleh dosa. Abraham sebagai bapa segala bangsa tidak terluput dari kehidupan perkawinan yang tidak kudus, atas permintaan Sarah istrinya karena kerinduan memiliki keturunan Abraham menikah Hagar sehingga lahir Ismail yang kemudian menjadi bencana bagi kehidupan keluarganya (Kejadian 16). 

Orang-orang di Sodom dan Gomora dimusnahkan karena kebejatan seksual (Sodom adalah istilah yang kemudian digunakan untuk menyebutkan mengenai hubungan seksual yang tidak wajar – Sodomi). Lot dan keluarga terpengaruh dengan kehidupan Sodom, anak-anaknya membuat ayahnya mabuk dan berhubungan sex dengan ayahnya demi memperoleh keturunan (Kejadian 19) (Yang melahirkan bani Moab dan Amon, yang kemudian menjadi musuh bangsa Israel yang harus dimusnahkan). 

Moral kehidupan perkawinan/seksual terus menjadi rusak, karenanya bangsa Israel sebagai bangsa pilihan untuk menjadi saluran berkat bagi bangsa-bangsa lain, diingatkan tentang hal tersebut dan diatur dalam ketentuan- ketentuan hukum Taurat. Moral kehidupan perkawinan/seksual harus dipulihkan kembali. Walaupun ketentuan hukum tentang hal terserbut sudah diberikan tetapi tetap saja peraturan ini dilanggar oleh manusia. Perzinahan, perselingkuhan, perkosaan, kawin cerai, poligami dan kebebasan seksual sampai berhubungan kelamin dengan binatang terus terjadi di dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan bangsa Israel sendiri yang menerima ketentuan dan peraturan tentang hal tersebut. Akibatnya bencana dan malapetaka dialami dalam kehidupan manusia. (Baca kembali Imamat 18 – 21). 

Poligami dan kawin cerai terjadi bukan karena Tuhan merestuinya, tetapi itu karena ketegaran hati. Matius 19:1-12 menjelaskan hal tersebut bahwa Tuhan tidak menghendaki adanya perceraian dan kawin mawin (tidak dibenarkan adanya kawin cerai). Tuhan menghendaki kekudusan perkawinan. Kekudusan Perkawinan berlaku bagi semua orang dan dibicarakan terus menerus sampai pada dispensasi sekarang ini (Dispensasi Anugerah). Perhatikan penjelasan Rasul Paulus mengenai perkawinan dan kehidupan keluarga yang kudus di dalam 1 Korintus pasal 5 dan 7, Efesus 5:22-32, Kolose 3:18-21. 


Selanjutnya Imamat 18-21 bukan hanya berbicara tentang kekudusan moral pernikahan tetapi juga menyangkut kekudusan kehidupan secara menyeluruh di dalam kehidupan orang-orang percaya. Salah satu yang disinggung adalah mengenai menoreh/merajah tanda-tanda pada kulit tubuh ini (Imamat 19:28; 21:5). Istilah yang dikenal sekarang mengenai menoreh atau merajah tanda-tanda pada kulit adalah “Tato”. Tato sudah ada sejak zaman dulu sebagaimana disebutkan dalam Imamat tersebut di atas, dan dilakukan oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, dan dilarang untuk dilakukan dalam kehidupan bangsa Israel. Apabila melakukannya (sama halnya dengan melanggar perkawinan) dianggap melanggar kekudusan Allah. 



Sekarang lagi tren tentang penggunaan “Tato” dalam kalangan muda untuk dipakai sebagai media penginjilan. Sehingga ada anak-anak muda yang tubuhnya di toreh dengan simbol-simbol Kristen (Gambar wajah Yesus, Salib, ayat Alkitab dan simbol-simbol lainnya) dan anting di sana-sini (di telinga, alis mata, hidung, mulut, dll). Kelihatan menarik dan ngetren karena dihubungkan dengan penginjilan, tetapi perhatikanlah penjelasan dalam Imamat tersebut di atas, bahwa itu dianggap sebagai melanggar kekudusan Allah. Mungkin ada yang akan berkata bahwa itu pada zaman Hukum Taurat. Benar itu perintah pada zaman Hukum Taurat bukan berarti sudah dapat diabaikan. Di dalam Perjanjian Baru dan atau dalam Dispensasi Anugerah ini memang tidak ada ayat yang gamblang tentang hal itu tetapi Rasul Paulus menjelaskan bahwa kita harus mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup. Kudus dan berkenan kepada-Nya (Roma 12:1-2). Bukankah dengan menoreh-noreh tubuh ini sama dengan merusak karya ciptaan Tuhan yang menjadi bait-Nya yang kudus (1 Korintus 3:16-17) dan itu disejajarkan dengan percabulan, perzinahan, penyembahan berhala bahkan mempersembahkan korban kepada Molokh (Perhatikan penjelasan dalam Imamat dan bandingkan dengan 1 Korintus 6:12-20 dan 2 Korintus 6:11-7:1). 



Kita tidak berada di bawah Hukum Taurat, tetapi berada di bawah Kasih Karunia (Anugerah). Segala tuntutan Taurat telah digenapi/dibatalkan melalui pengorbanan Tuhan Yesus disalib sekali untuk selama-lamanya (Efesus 2:14; Kolose 3:14-15; Ibrani 10:10) bukan berarti prinsip-prinsip kehidupan kudus yang diatur dalam Hukum Taurat dapat kita abaikan. Kekudusan hidup secara menyeluruh ditekankan untuk dilakukan dalam sepanjang kehidupan percaya selagi kita di dunia ini. Hidup kudus bagi kemuliaan Tuhan.